Visitor's Counter

Total Visitor's

Tuesday, 17 May 2011

Sunday, 15 May 2011

CARI SOLAR KE TANJUNGUBAN


NONGSA (BP) – Nelayan di Batam mulai merasakan imbas dari praktek mafia bahan bakar minyak (BBM) terutama jenis solar. Mereka terpaksa mencari BBM subsidi itu hingga ke Tanjunguban akibat kian langkanya bahan bakar tersebut.

Agus,50, salah satu nelayan di Teluk Nipah, Punggur Kampung mengaku kesulitan mendapatkan solar untuk operasional para nelayan itu telah berlangsung lama.

Menurut Agus, sebelum terjadi kelangkaan, dia dan puluhan nelayan lainnya bisa leluasa membeli solar di kios-kios BBM di Punggur.

”Sekarang belinya harus di SPBU. Itupun dibatasi hanya 10 liter per hari,” katanya.

Padahal, kata dia, rata-rata setiap kali melaut para nelayan butuh sekitar 30 liter solar. ”Dalam seminggu kami hanya tiga kali melaut. Butuh solar sekitar 90 liter,” ujarnya.

Untuk memenuhi kekurangan solar tersebut, Agus dan nelayan lainnya mengaku terpaksa mencarinya hingga ke Tanjunguban dengan harga yang sama yakni Rp4.500 per liter.

Agus mengaku hanya sebagai nelayan kecil yang memiliki pompong kecil dan sampan. Akibat kelangkaan BBM ini, ia tak bisa melaut lebih jauh dengan konsekuensi turunnya hasil tangkapan.

”Melaut adalah mata pencaharian dan kehidupan kami. Sudah susah hidup, dipersulit lagi,” keluhnya.

Jangan Duduk Saja

Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan mengatakan kelangkaan solar subsidi di Batam belakangan ini merupakan imbas dari kurangnya pengawasan Pertamina. Untuk itu ia meminta supaya Pertamina segera mengambil langkah supaya kelangkaan ini tidak terulang.

”Kami sudah mendorong Pertamina supaya ada pengawasan. Pertamina jangan duduk-duduk saja,” kata Ahmad Dahlan usai menghadiri acara di Botania Garden, Jumat (13/5).

Sementara pihak Pertamina sendiri mengakui, selama ini tidak ada pengawasan terhadap BBM bersubsidi. Selaku operator, Pertamina hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan dan permintaan konsumen, termasuk suplai terhadap SPBU.

Sales Area Manager BBM Retail Pertamina Batam, Tengku Ezan, mengatakan dalam beberapa pekan terakhir jumlah permintaan solar dari SPBU memang meningkat drastis. Namun Pertamina tidak pernah curiga. Sebab, berdasarkan keterangan dari pihak SPBU, tingginya permintaan tersebut besarnya angka penjualan kepada konsumen.
Solar SPBU Menipis

Pantauan Batam Pos di sejumlah SPBU kemarin, stok solar menipis. Di SPBU Tanjunguncang, misalnya, hingga sore kemarin masih menjual solar untuk truk-truk. ”Stok sudah mau habis,” ungkap salah seorang petugas SPBU Tanjunguncang.

Namun di SPBU Simpang Basecamp dan Tembesi, di pintu masuk lobi masih terpajang plang yang bertuliskan kalau solar habis. ”Belum datang solar di sini,” ungkap petugas keamanan SPBU Tembesi.

Rudi Silalahi, sopir truk mengatakan meski masih banyak SPBU kehabisan solar, namun dia sedikit lega karena di Tanjunguncang sudah mulai tersedia.

“Tapi kalau bisa tolong tertibkan para pemain solar, karena mereka kami masyarakat kecil yang jadi korban,” ujarnya. (spt/par/eja/gas)


Sumber : BatamPos.

Friday, 22 April 2011

PEMERINTAHTIDAK MELARANG IMPOR IKAN

JAKARTA (BisnisKepri.com): Kementerian Perdagangan akan melakukan sinergi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menentukan teknis impor ikan ke wilayah RI.

“Ketentuan impor ikan, akan dikelola oleh KKP yang mengelola impor ikan dengan berbagai prinsip seperti kandungan zat chemical, tidak mengandung penyakit, legal, dan persyaratan lainnya yang telah dipenuhi,” ujar Mendag Mari Pangestu.

Sementara itu, Dirjen Pemasaran dan Pengolahan Hasil Perikanan KKP Victor Nikijuluw mengatakan pengajuan impor hingga saat ini telah mencapai 3 juta ton, tetapi pihaknya belum memutuskan jumlah yang akan diberikan perizinannya.

Menurut dia, pemerintah tidak akan melarang impor ikan dan tidak akan membuat kuota, karena justru dapat menimbulkan moral hazard jika menggunakan sistem kuota.

“Kami tidak melarang impor ikan dan tidak membuat kuota, tetapi kami mengelola, agar impor tidak mengganggu produksi ikan lokal, industri lokal dan nelayan lokal dan sesuai dengan kebutuhan dalam negeri,” ujarnya.

Victor menegaskan pemerintah tidak akan melarang dan menghambat impor ikan, tetapi pihaknya hanya mengatur perizinan impor ikan agar tidak membanjiri pasar domestik serta tidak merugikan nelayan dan industri pengolahan dalam negeri.


Sumber:BisnisKepri

Tuesday, 19 April 2011

PERMINTAAN IZIN IMPOR IKAN CAPAI TIGA JUTA TON

JAKARTA - Pengajuan izin impor ikan dalam 2 bulan terakhir mencapai 3 Juta ton atau 60% dari produksi perikanan tangkap nasional.

"Jumlah ini sangat besar, sekitar 60% produksi perikanan tangkap kita. Bayangkan, kalau ini diloloskan masuk tanpa kendali, akan runtuh hancur industri perikanan nasional. Impor ikan tidak boleh lebih dari 20% dari total produksi ikan," tegas Victor Nikijuluw, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, pekan lalu.

Dia menjelaskan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad telah melakukan rapat koordinasi pada 13 April lalu dengan 11 provinsi yang merupakan daerah potensial masuknya ikan impor.

Daerah yang potensial menjadi pintu masuk ikan impor di antaranya Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.

"Semua daerah sangat mendukung agar kebijakan pengendalian impor ikan ini tetap dijalankan supaya nelayan lokal memiliki kemampuan untuk meningkatkan daya saing," ungkap Victor.

Dia menambahkan sejak kebijakan pengendalian impor dijalankan, kurang dari 2 bulan yang lalu telah masuk aplikasi untuk impor ikan sekitar 3 juta ton ikan diantaranya sebanyak 2 juta berasal dari Jakarta.

Menurut Victor, khusus untuk Batam selama ini impor ikan lele hidup dari Malaysia dilakukan sekitar 300 ton per bulan. "Menteri Kelautan dan Perikanan menginginkan ini segera diatasi. Caranya, kementerian bersama pemerintah daerah mengembangkan program 1.000 kolam lele di Pulau Bintan."

Badan Pusat Statistik mencatat realisasi ekspor ikan pada tahun lalu mencapai US$2,9 miliar, sedangkan impor ikan pada periode yang sama US$300 juta.

Victor mengatakan ikan yang diperbolehkan diimpor untuk jenis tertentu yang diperuntukkan bagi konsumen tertentu untuk diolah oleh unit pengolahan ikan (UPI) atau untuk diekspor setelah diolah. Data KKP mencatat saat ini terdapat 114 UPI di seluruh Indonesia dengan utilisasi pengolahan baru sekitar 50%.

Menurut dia, satu unit pengolahan ikan itu terdiri dari 500-1.000 tenaga kerja, sehingga dari pabrik tersebut dapat menjadi substitusi penurunan produksi ikan di dalam negeri. Dia menambahkan saat ini dua perusahaan yang telah diberikan izin impor ikan dan ada 20 perusahaan yang masih menunggu izin impor.

Victor menuturkan cuaca yang ekstrem dikhawatirkan mengganggu produksi ikan sehingga dengan memberikan izin impor tersebut yang termasuk ke dalam bahan baku untuk diolah di dalam negeri kemudian diekspor lagi dan memastikan tidak masuk ke pasar domestik.

Menurut dia, 114 perusahaan pengolahan ikan akan mengadakan pertemuan dengan pemerintah dan sekitar 35 UPI yang mendapatkan izin impor.

Beberapa perusahaan yang akanmendapatkan izin impor ikan berada di Aceh sebanyak 10 perusahaan, DKI Jakarta (satu perusahaan), Yogyakarta (satu perusahaan), Nusa Tenggara Barat satu UPI, Nusa Tenggara Timur (satu perusahaan), Riau (dua perusahaan), Jawa Timur (36 UPI), Kalimantan Selatan (20 UPI), dan sembilan perusahaan pengolahan ikan di Sulawesi Utara.

Reekspor ikan

Dalam perkembangan lain, ikan impor ilegal sebanyak 84 kontainer kembali di reekspor melalui Pelabuhan Belawan.

Kegiatan reekspor ikan disaksikan Sekretaris Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Agus Priyono.

Sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan reekspor ikan di Belawan pada 2 April lalu sebanyak 37 kontainer, pada 6 April (11 kontainer), pada 7 April (5 kontainer), pada 9 April (3 kontainer), pada 11 April (2 kontainer), dan sisa terakhir pada 16 April sebanyak 26 kontainer.

Ikan impor tersebut diekspor kembali ke beberapa negara yaitu China, Thailand, Malaysia, Vietnam, India, Taiwan, Jepang, Pakistan dan yang terbanyak diekspor kembali ke China.

Kebijakan reekspor diambil KKP sebagai tindak lanjut pelaksanaan Permen No. 17/2010 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang diimpor ke dalam wilayah RI.

"Langkah ini hendaknya menjadi Itiok temphy bagi para pengusaha yang melakukan impor produk hasil perikanan secara ilegal masuk ke wilayah Republik Indonesia," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad.

Sumber : Bisnis.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More