Visitor's Counter

Total Visitor's

Saturday, 23 October 2010

OPTIMALISASI PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Memperhatikan tantangan dan tanggung jawab bahwa sektor kelautan dan perikanan menjadi salah primemover pembangunan nasional. Maka selain jumlah dan kualitas SDM juga dibutuhkan adanya kelembagaan yang menangani isu-isu dan tetek bengek (technicalities) yang terkait kelautan.

Kalau kita perhatikan Negara Republik Rakyat China, Korea Selatan, Thailand yang nota bene memiliki sumber daya laut terbatas merasa perlu memiliki lembaga yang mengurus khusus kelautan dan perikanan. Bahkan Korea Selatan berkeinginan menjadi negara yang masuk jajaran kekuatan laut (ocean power) yang disegani.

Semestinya kita semua, para pengambil keputusan, perguruan tinggi, masyarakat luas bisa merasakan dan mendorong perlunya suatu kelembagaan yang mengurus kelautan dan perikanan secara luas termasuk di dalamnya perikanan, kemaritiman, dan lain-lainnya, baik di pusat dan di daerah. Kita perlu fokus dan istiqomah dalam membangun ekonomi negara dengan basis sumber daya dan aset kelautan dan perikanan yang besarnya menakjubkan.

Dikhawatirkan tiadanya kelembagaan kelautan dan perikanan di pusat dan daerah maka kekayaan kita sumber daya, keindahan, pulaupulau akan lebih dimanfaatkan oleh pengusaha dari mancanegara. Akankah kita selalu mengeluh bahwa kita tidak diberikan nikmat Tuhan? Perwujudan syukur atas rahmat Tuhan adalah dengan mengelola dengan baik segala aset dan sumber daya berbasis pengetahuan.

Dari 33 provinsi yang ada maka keseluruhannya memiliki antara lain pesisir, perairan dan atau laut. Dari 400-an lebih kabupaten dan kota, maka 240-an lebih berpesisir. Sedangkan di Provinsi Kepri sendiri ada paling tidak ada sejumlah 7 kab/kota, dan lebih dari 2600-an small islands dan kawasan pesisir dan pantai yang potensial yang tersebar di sepanjang Laut China Selatan, Selat Malaka dan Selat Karimata.

Memperhatikan hal ini maka dalam bagian kesungguhan mengelola kekayaan laut dan pesisir, disarankan para pengambil keputusan politik daerah DPRD, kepala daerah, tetua suku/adat untuk merekomendasikan agar daerahnya memiliki lembaga (dinas) yang mengelola kelautan.

Diharapkan stabilitas politik di negara kita dapat ditingkatkan, penegakan hukum dapat segera dilaksanakan sehingga segala upaya dalam pembangunan SDM, pembangunan ekonomi dapat memperoleh hasil yang optimal. Budaya negeri kita paternalistik, sehingga perilaku pemimpin nasional dan daerah, perilaku pejabat pusat dan daerah akan menjadi refleksi masyarakat luas. Kecepatan pembangunan nasional yang menyejahterakan rakyatnya sangat bergantung model atau contoh yang digambarkan di atas.

Semoga negeri yang kita cintai ini kembali menjadi negara yang memiliki percaya diri yang kuat, menjadi negara yang aman, sejahtera, disegani, memiliki budaya melayu (maritim) yang kuat berakar dimasyarakat, bermarwah dan bermartabat.

Pembangunan Pendidikan Kelautan

Pendidikan diakui di berbagai kalangan sebagai solusi perubahan sosial dalam berbagai aspek, seperti penurunan angka kriminalitas dan pengangguran, kemiskinan, peningkatan status/kondisi kesehatan, partisipasi politik atau peningkatan kesetaraan jender. Dalam kaitannya dengan pengelolaan terumbu karang Indonesia, pendidikan dinilai memiliki peran yang tak kalah penting dalam perubahan perilaku masyarakat agar dapat memanfaatkan potensi sumber daya laut dengan bijak dan berkelanjutan.

Beberapa negara seperti Amerika Serikat telah memusatkan perhatian kepada pendidikan dalam membangun perekonomiannya, dengan memandang sumber daya manusia sebagai objek investasi bangsa. Namun disadari pula bahwa pendidikan tidak dapat berperan tunggal dalam pembangunan tanpa adanya dukungan complementary input atau faktor- faktor komplementari lainnya (Henry M. Levin dan Carolyn Kelly, Economics of Education Review, 1994).

Dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya laut dan terumbu karang, keadaan terkini menunjukkan bahwa Indonesia tidak berada dalam posisi manapun dari dua kondisi yang telah disebutkan, menjadikan pendidikan sebagai sentral solusi perubahan status sumber daya laut dan terumbu karang. Ataupun menjadikan pendidikan sebagai salah satu faktor komplementari dari upaya penyelamatan terumbu karang di Indonesia, bersejajar dengan upaya penegakan hukum, pengembangan riset ilmiah, dan aspek input komplementari lainnya.

Rencana Strategis Nasional (Renstra) departemen-departemen teknis yang berkaitan langsung dalam pendidikan kelautan. Diantara Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Perikanan dan Kelautan belum secara eksplisit dan jelas mendukung pendidikan kelautan dan perikanan sebagai investasi sumber daya manusia untuk mendukung pengelolaan sumber daya laut termasuk terumbu karang di Indonesia.

Padahal disadari betul potensi kelautan dan perikanan Indonesia yang sedemikian kaya, dengan luas terumbu karang sebesar 85.707 km2 yang merupakan 14 persen dari luas terumbu karang dunia(Tomascik dkk, 1997), namun dengan kondisi 37, 56 persen buruk dan hanya 6,69 persen dalam kondisi sangat baik (Suharsono, 2003).

Realita Pendidikan Kelautan dan Perikanan

Kondisi pendidikan kelautan dan perikanan di Provinsi Kepri dan Negara Indonesia dalam catatan perkembangan dan kemajuannya dapat diterangkan sebagai berikut:

Pertama, SDM Kelautan dan Perikanan mengalami ironi dengan kurangnya perhatian bagi pendidikan di kawasan pesisir dan masih sangat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang berinteraksi langsung dengan sumber daya perikanan dan terumbu karang.

Kedua, Belum ada kurikulum formal Kelautan dan Perikanan (SD hingga SMA) integratif di tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan/atau sekolah, hanya pihak pihak tertentu saja yang memulai inisiatif sporadis (LSM, sekolah berwawasan laut dan lingkungan, sekolah di wilayah pesisir, Kabupaten tertentu seperti Balikpapan).

Ketiga, Belum banyak dikembangkan alternatif pendidikan kelautan dan perikanan bagi generasi muda putus sekolah. Belum ada alokasi yang cukup bermakna dari Departemen Pendidikan, Lingkungan Hidup maupun Kelautan dan Perikanan yang mendukung pendidikan kelautan. Belum ada dukungan integratif dari pihak kesehatan, sarana prasarana, perhubungan, komunikasi dan transportasi untuk mendukung pembangunan sumber daya kelautan dan perikanan terutama bagi masyarakat yang berinteraksi langsung dengan pesisir dan laut.

Strategi kelautan dan perikanan masih berorientasi pada industri. Sebab, dalam kebijakan strategis DKP, kemiskinan masyarakat menjadi faktor mikro yang menjadi penghambat majunya industri perikanan. Masyarakat tidak menjadi objek yang potensial sebagai salah satu faktor pemecahan masalah.

(Sumber: Renstra DKP 1999-2004) rendahnya semangat sebagai bangsa bahari. Meskipun pada kenyataannya sebagian besar penduduk bermukim di kawasan pesisir dan negara Indonesia merupakan negara kepulauan, kebanggaan sebagai bangsa bahari hanya secara nyata ditampilkan oleh beberapa suku bangsa di Indonesia.

Salah satu masalah sehubungan dengan hal ini adalah rendahnya minat kaum muda potensial untuk bergelut dengan dunia kebaharian dan perikanan disebabkan rendahnya insentif di bidang kelautan dan perikanan. (Sumber : Jakarta, Kompas, 8 juli 2003) Kebijakan pendidikan nasional belum dibuat dengan mengacu grand strategi yang tertuang dalam rencana strategi (renstra) nasional.

Jadi, tidak heran kalau kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh pusat dan daerah sepertinya berjalan sendiri-sendiri, sehingga belum bisa memunculkan sinergi. (Sumber: GBHN 1999-2004) Di bidang pendidikan masalah yang dihadapi adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pengembangan pribadi dan watak peserta didik, yang berakibat hilangnya kepribadian dan kesadaran akan makna hakiki kehidupan.

Mata pelajaran yang berorientasi akhlak dan moralitas serta pendidikan agama kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengamalan untuk menjadi corak kehidupan seharihari. Karenanya masyarakat cenderung tidak memiliki kepekaan yang cukup untuk membangun toleransi, kebersamaan, khususnya dengan menyadari keberadaan masyarakat yang majemuk.

Selanjutnya, COREMAP adalah salah satu dari sekian banyak program nasional yang bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya laut secara lestari dan berkelanjutan. Salah satu komponen kegiatannya adalah mengembangkan program pendidikan formal dan informal di bidang kelautan. COREMAP tidak menganggap bahwa pendidikan adalah sentral solusi dari pemulihan kondisi terumbu karang Indonesia, namun tetap merupakan unsur penting dalam mencapai tujuan tersebut. Pendidikan adalah faktor komplementari yang bersejajaran dengan upaya penegakan hukum dan pembangunan kemandirian masyarakat.

Upaya ini pun harus merupakan upaya integratif dengan berbagai institusi yang berkepentingan secara langsung dan tidak langsung, utamanya Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Lingkungan Hidup dan lembaga lembaga swadaya masyarakat serta pemerintah daerah yang memiliki potensi Kelautan dan Perikanan serta terumbu karang.

Dengan dihadapi oleh kondisi pendidikan Kelautan dan Perikanan di Indonesia pada saat ini, COREMAP berhadapan dengan tantangan besar untuk mampu memfasilitasi berbagai pihak serta menjadi referensi dalam upaya membangun pendidikan kelautan. Secara nyata, COREMAP mewujudkan upaya ini dalam produksi bahan ajar seri “Pesisir dan Laut Kita” bagi Sekolah Dasar kelas 1 hingga kelas 6 beserta panduan guru.

Yang mengikuti perkembangan kurikulum Pendidikan Nasional mutakhir yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang bertujuan membangun nilai diri dari siswa dalam setiap mata ajar dan kegiatan belajar mengajar. Buku ini telah disosialisasikan di berbagai wilayah pesisir dan pulau terpencil, dan kegiatan sosialisasi tersebut terus berlanjut.

Di awal inisiatifnya, COREMAP LIPI telah menggalang komitmen nyata dari Pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan, yang tertuang dalam perjanjian kerja sama bidang pendidikan kelautan, yang ditanda tangani bulan Agustus 2004. Poin penting dalam naskah tersebut adalah adanya pengembangan kurikulum dan bahan ajar pendidikan keluatan di jenjang pendidikan dasar dan menengah, pelatihan guru dan pemasyarakatan ilmu pengetahuan khususnya ekosistem pesisir dan laut, serta produksi dan distribusi bahan ajar kelautan.

Naskah ini juga telah di tanda tangani oleh beberapa kepala daerah di Indonesia, seperti Bupati Raja Ampat, dan Bupati Sorong Papua, serta dari pihak COREMAP LIPI. Penandatanganan Perjanjian Kerjasama ini adalah permulaan yangbaik, dan merupakan titik cerah optimisme bersama dalam membangun pendidikan Kelautan dan Perikanan di Indonesia, di kawasan kawasan pesisir dan pulau lainnya yang memiliki kelimpahan sumber daya laut, namun terancam punah.

Berikut ini ditampilkan salah satu contoh ideal bentuk visi, misi dan kebijakan terkait dengan sektor pendidikan dan COREMAP di daerah. ***

Sumber : Batam Pos


No comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More